Museum Nasional Indonesia – The National Museum of Indonesia (Indonesian: Museum Nasional), adalah arkeologi, sejarah, etnologis, dan geografis museum yang terletak di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, tepat di sisi barat Lapangan Merdeka. Dikenal sebagai Museum Gajah (Bahasa Indonesia: Museum Gajah) setelah patung gajah di halaman depannya. Koleksinya yang luas mencakup seluruh wilayah Indonesia dan hampir seluruh sejarahnya. Museum ini telah berupaya melestarikan warisan budaya Indonesia selama dua abad.

Museum Nasional Indonesia

Museum ini dianggap sebagai salah satu museum terlengkap dan terbaik di Indonesia, sekaligus salah satu museum terbaik di Asia Tenggara. Museum ini telah mengawetkan sekitar 141.000 objek, mulai dari artefak prasejarah, arkeologi, numismatik, keramik, etnografi, sejarah, dan koleksi geografi. Tempat ini memiliki koleksi lengkap patung batu periode Hindu-Buddha klasik di Jawa dan Sumatera kuno, serta koleksi keramik Asia yang cukup luas. idn play

Sejarah

Periode Kolonial Belanda

Pada tanggal 24 April 1778, sekelompok intelektual Belanda mendirikan lembaga ilmiah dengan nama Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (Perkumpulan Seni dan Ilmu Pengetahuan Kerajaan Batavia). Badan swasta ini bertujuan untuk memajukan penelitian di bidang seni dan sains, khususnya dalam sejarah, arkeologi, etnografi dan fisika, serta mempublikasikan berbagai temuannya. Tujuan utama Bataviaasch Genootschap adalah menganalisis aspek budaya dan keilmuan Hindia Timur, termasuk masyarakat dan lingkungan alamnya, dengan memfasilitasi penelitian yang dilakukan oleh para ahli. premium303

Salah satu pendirinya JCM Radermacher mendonasikan sebuah gedung di jalan De Groote Rivier kawasan Batavia Lama, serta koleksi benda budaya dan buku yang sangat berharga untuk memulai sebuah museum dan perpustakaan bagi masyarakat. Pendiri lainnya adalah Jacob de Meijer, Josua van Inperen, Johannes Hooijman, Sirardus Bartlo, Willem van Hogendorp, Hendrik Nicolaas Lacle, Jacobus van der Steeg, Egbert Blomhert, Paulus Gevers, dan Frederik Baron van Wurmb.

Karena koleksi yang semakin banyak, Jenderal Sir Thomas Stamford Raffles membangun tempat baru yang terletak di belakang Societeit de Harmonie (sekarang Jalan Majapahit No. 3) pada awal abad ke-19 dan menamakannya Masyarakat Sastra. Pada tahun 1862 pemerintah Hindia Belanda memutuskan untuk membangun museum baru yang tidak hanya berfungsi sebagai kantor tetapi juga dapat digunakan untuk menyimpan, melestarikan dan memajang koleksi.

Museum ini resmi dibuka pada tahun 1868 dan dikenal dengan sebutan Gedung Gajah (Elephant Building) atau kadang disebut Gedung Arca (Rumah Patung). Disebut Gedung Gajah karena patung gajah perunggu di halaman depan hadiah untuk Batavia dari Raja Chulalongkorn dari Siam pada tahun 1871. Disebut juga Gedung Arca karena berbagai macam patung dari periode yang berbeda dipajang di rumah.

Pada tahun 1931, koleksi museum ditampilkan dalam Pameran Kolonial Dunia di Paris. Sayangnya, kebakaran di ruang pameran merobohkan paviliun pameran Hindia Belanda dan menghancurkan sebagian besar benda. Musium menerima sejumlah uang asuransi sebagai kompensasi dan tahun berikutnya dana tersebut digunakan untuk membangun ruang keramik tua, ruang perunggu, dan kedua ruang harta karun di lantai dua.

Periode Republik Indonesia

Setelah kemerdekaan Indonesia, pada Februari 1950, lembaga tersebut berganti nama menjadi Lembaga Kebudayaan Indonesia (Lembaga Kebudayaan Indonesia). Pada tanggal 17 September 1962 diserahkan kepada pemerintah Indonesia dan dikenal sebagai Museum Pusat. Dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 092/0/1979 28 Mei 1979 diubah namanya menjadi Museum Nasional.

Seperempat abad terakhir abad ke-20, naskah museum dan koleksi literatur diserahkan ke Perpustakaan Nasional RI, sedangkan koleksi seni rupa seperti lukisan dipindahkan ke Galeri Nasional.

Pada tahun 1977, terjadi kesepakatan antara Indonesia dan Belanda untuk mengembalikan sebagian kekayaan budaya ke Indonesia. Harta berharga tersebut antara lain harta karun Lombok, naskah lontar Nagarakretagama, dan Arca Prajnaparamita Jawa nan elok . Harta karun ini dikirim kembali dari Belanda dan sekarang disimpan di Museum Nasional Indonesia.

Pada tahun 1980an terdapat kebijakan pemerintah untuk mendirikan Museum Negeri atau Museum Negeri di setiap provinsi di Indonesia. Ide ini menjadi kenyataan pada tahun 1995 ketika semua provinsi di Indonesia memiliki museum negara sendiri. Sejak saat itu, semua temuan arkeologi yang ditemukan di masing-masing provinsi tidak serta merta dibawa ke Museum Nasional di Jakarta, melainkan disimpan dan dipajang di museum negeri provinsi yang terletak di ibukota provinsi. Namun pengecualian berlaku untuk beberapa temuan arkeologi yang sangat penting, seperti Penimbunan Wonoboyo abad ke-10 dan patung perunggu Siwa.

Pada tahun 2007, sebuah bangunan baru di sisi utara dari bangunan yang ada dibuka, menampilkan banyak artefak dari zaman prasejarah hingga zaman modern. Gedung baru bernama Gedung Arca (Gedung Patung) ini menyediakan sayap pameran baru. Bangunan tua tersebut diberi nama Gedung Gajah (Elephant Building).

Pada 11 September 2013, empat artefak emas berharga dari periode kerajaan Medang Timur abad ke-10 dicuri dari museum. Benda tersebut pertama kali ditemukan di reruntuhan pemandian kerajaan Jalatunda kuno dan di candi-candi di lereng Gunung Penanggungan di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Empat artefak yang hilang adalah sebuah plakat emas berbentuk naga, sebuah plakat emas berbentuk bulan sabit dan satu plakat Harihara berwarna perak keemasan, serta sebuah kotak emas kecil. Semua barang yang hilang dipajang bersama dalam etalase kaca yang terletak di dalam artefak emas arkeologi dan ruang harta karun di lantai dua gedung Gedung Gajah (sayap tua).

Saat ini terdapat dua bangunan utama museum, Gedung A (Gedung Gajah atau sayap lama) di sebelah selatan, dan Gedung B (Gedung Arca atau sayap baru) di sebelah utara. Bangunan ketiga, Gedung C direncanakan sebagai perluasan rumah dan pelestarian koleksi museum yang sangat luas. Pada 2017, sayap lama atau Gedung Gajah sedang dalam renovasi besar-besaran, sedangkan Gedung C sedang dibangun.

Dalam kunjungan kenegaraan Kerajaan Belanda ke Indonesia pada Maret 2020, Raja Willem-Alexander mengembalikan keris Pangeran Diponegoro ke Indonesia yang diterima oleh Presiden Joko Widodo. Hari ini dianggap sebagai pahlawan nasional Indonesia, Pangeran Diponegoro dari Yogyakarta adalah pemimpin karismatik dari pemberontakan massal melawan pemerintahan kolonial Belanda di Jawa Tengah, yang dikalahkan dan ditawan setelah berakhirnya Perang Jawa pada tahun 1830.

Kerisnya telah lama dianggap hilang, tetapi kini telah ditemukan, setelah diidentifikasi oleh Museum Etnologi Nasional Belandadi Leiden. Belati Jawa bertatahkan emas yang luar biasa yang sebelumnya disimpan sebagai Koleksi Negara Belanda, kini menjadi bagian dari koleksi Museum Nasional Indonesia.

Koleksi

Museum ini memiliki koleksi 61.600 artefak prasejarah dan antropologi, serta 5.000 artefak arkeologi dari seluruh Indonesia dan Asia. Koleksi museum ini termasuk yang terkaya, terlengkap, dan terbaik dari jenisnya di Indonesia dan salah satu yang terbaik di Asia Tenggara.

Museum memperoleh koleksinya melalui berbagai cara, antara lain melalui ekspedisi ilmiah, penggalian situs arkeologi, perolehan koleksi pribadi, hadiah dari pengunjung terkemuka, benda-benda sumbangan misi keagamaan; seperti artefak etnologis yang diperoleh Christian Zending dan Catholic Missions, serta harta karun yang diperoleh dari sejumlah kampanye militer Hindia Belanda melawan kerajaan dan politik pribumi di Nusantara.

Museum Nasional Indonesia

Harta karun antara lain dari Jawa, Aceh, Lombok dan Bali yang diperoleh melalui ekspedisi militer kolonial Belanda, juga dibuat untuk koleksi Batavian Society dan Museum Leiden, dan hari ini diwarisi oleh Museum Nasional. Museum ini memiliki koleksi lengkap patung batu periode Hindu-Budha klasik di Jawa dan Sumatera kuno, kaleidoskop dari koleksi artefak etnografi Indonesia yang sangat beragam, serta koleksi keramik Asia yang cukup banyak.

Koleksi tembikar dan keramik museum khususnya sangat luar biasa, dengan koleksi keramik China yang berasal dari Han (abad ke-2 SM) hingga zaman Qing (abad ke-18), dilengkapi dengan keramik dari negara-negara tetangga di Asia Tenggara serta tembikar lokal Indonesia, itu memang koleksi keramik terbesar di Asia Tenggara.